subhi x11
Filsafat Ilmu dalam Psikologi Fenomenologi
Psikologi fenomenologi adalah suatu pendekatan atau orientasi dalam psikologi yang terdiri dari eksplorasi tak berbias atas kesadaran dan pengalaman. Fenomena diintuisikan, dianalisis dan dideskripsikan sebagaimana fenomena itu hadir dalam kesadaran tanpa praduga-praduga. Fungsi psikologi fenomenologi bukanlah menggantikan gerakan-gerakan atau orientasi-orientasi psikologi lain, melainkan melengkapi. Karl Jaspers mendefenisikan psikologi fenomenologi sebagai ”deskripsi yang paling lengkap dan cermat mengenai apa yang dialami oleh orang sehat ataupun orang yang sakit. Psikologi fenomenologi berbeda dengan introspeksi klasik dari Wundt dan Tichener dalam banyak hal. Dalam kenyataannya, para fenomenolog menyerang introspeksi sebagai suatu eksplorasi yang berbias dan memecah-mecah kesadaran .
Contoh- contoh pendekatan fenomenologis bisa dijumpai pada segenao periode sejarah psikologi. Contoh awal yang terkenal dari pendekatan fenomenologis ini adalah otobiografi abad ke-4, Confessions, dimana penulisnya Uskup Hippo, menyajikan penyelidikan yang mendalam dan murni tentang pengalaman-pengalaman, emosi, ingatan, hasrat, perasaan dan pemikiran yang dialami sendiri.
Pada abad ke-17, Descartes memulai pertanyaan filosofisnya dengan kesangsian, menetapkan cogito ergo sum-nya yang terkenal sebagai basis bagi filsafatnya. Dualismenya yang radikal, dan psikologinya yang dibangun diatas anggapan dikhotomi pemikiran dan badan mekanis,menjadikan metode fenomenologis sebagagai metode yang baik bagi studi tentang wujud spiritual, pemikiran. Dalam wujud psikologi pemikiran, psikologi Descartes memelihara dan memperkuat pendekatan fenomenologis. Descartes telah menjadi titik acuan dimana para fenomenolog mempertentangkan dan atau membandingkan pandangan-pandangan mereka. Penggunaan deskripsi fenomenologis yang sistematis dan efektif yang pertama adalah dalam studi tentang fenomena visual. Meskipun pada pertengahan abad ke-19 penekanan pada penelitian penginderaan dan persepsi beralih pada aspek-aspek fisiologis dan psikofisika, studi-studi fenomenologis masih berlanjut.
Pada abad ke-20, lingkup penelitian fenomenologis telah meluas ke masalah-masalah lain. Para peneliti di Prancis menggunakan metode fenomenologis dalam studi mereka tentang kondisi afektif dan kondisi psikopatologis. Akhirnya, Katz dan Wertheimer mempersembahkan era baru dalam psikologi fenomenologi ketika mereka menampilkan eksperimentassi sistematik, khususnya tentang persepsi warna dan gerakan semu.Penelitian-penelitian mereka menggabungkan metode fenomenologis dengan teknik-teknik laboratorium, suatu gabungan yang kemudian disebut fenomenologi eksperimental. Penemuan-penemuan yang diperoleh melalui metodologi baru ini menjadi basis bagi aliran Gestalt. Keberhasilan aliran Gestalt dalam psikologi tentang persepsi sebagian besar dimungkinkan oleh penggunaan fenomenologi eksperimental. Filsafat Husserl memberikan identitas, nama, pembenaran filosofis, dan kerangkan kerja pada pendekatan fenomenologis dalam psikologi yang reseptif ini. Filsafat Husserl juga memperkuat fenomenologi eksperimental dan mengilhami area-area penyelidikan baru.
Pada abad ke-20, fenomenologi eksperimental menemukan wakilnya yang terkemuka pada diri Davis Katz (1884-1953). Sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh Katz kepada fenomenologi eksperimental selama lebih dari setengah abad karir ilmiahnya telah mendorong eksperimen- eksperimen fenomenologis ke tingkat yang paling baik. Terdapat tiga pengaruh yang berintraksi dalam membentuk Daviv Katz sebagai fenomenolog dan sebagai ahli psikologi : tradisi fenomenologi yang direpresentasikan oleh Hering, fenomenologi Husserl dan semangat eksperimen dari Laboratorium Gottingen. Tentang Husserl, Kazt mengungkapkan bahwa fenomenologi merupakan koneksi yang paling penting antara filsafat dan psikologi. Selama 14 tahun, Husserl dan Katz berada di universitas yang sama. Katz yang bergabung dengan Laboratorium Gottingen yang dikenal memiliki orientasi eksperimental yang kuat, belajar di Gottingen, meraih doktor pada tahun 1906 dan dari tahun 1907 hingga tahun 1919 menjadi asisten Muller.
Dengan latar belakang fenomenologi – yang lama (Hering) dan yang baru (Husserl)- serta dengan latihan yang baik dalam metode eksperimental, Katz menjadi tokoh dan promotor terbaik bagi psikologi fenomenologi. Faktor lain dalam keterlibatan Katz yang serius dalam psikologi fenomenologi itu adalah minatnya pada aliran Gestalt dan ”hubungannya yang ramah”. Buku Katz yang sangat berhasil yang berjudul Gestalt Psychology (1943) mengungkapkan pandangannya yang jelas tentang aliran Gestalt. Katz dianggap sebagai eksperimental pertama yang secara sistematis dan konsisten menerapkan metode fenomenologis pada jajaran masalah psikologi yang luas. Ia mampu mengumpulkan data-data eksperimental yang kaya yang menantang titik pandang-titik pandang yang atomistik dan asosianistik. Katz juga mampu menunjukkan nilai pendekatan holistik dalam penyelidikan psikologi dan ia menekankan perlunya memperhitungkan keadaan saling pengaruh yang dinamis antara lingkungan dan variabel-variabel subjektif dalam memahami persepsi dan respon-respon adaptif.
Psikologi fenomenologi menampakkan perbedaan-perbedaan yang besar dalam konseptualisasi-konseptualisasi, minat-minta dan komitmen filsafat. Namun disamping itu menurut Spiegelberg (1972) seorang filsuf fenomenolog profesional dan sejarawan gerakan fenomenologi mengingatkan bahwa psikologi fenomenologi memiliki keterbatasan-keterbatasan dan fungsinya bukan menggantikan ”psikologi ilmiah”, melainkan membantu memperkaya dan memperkuat ”psikologi ilmiah”, baik dalam landasan-landasanya maupun dalam kekuatan-kekuatan memahami dan membimbingnya.
Terdapat konsepsi-konsepsi yang berbeda dan konsepsi-konsepsi yang keliru tentang psikologi fenomenologi. Dalam arti yang paling luas, suatu psikologi yang membahas pengalaman personal dalam buah pemikirannya dan yang menerima dan menggunakan deskrispi fenomenologis, baik secar eksplisit maupun secara implisit, bisa disebut psikologi fenomenologi. Psikologi ini berlawanan dengan psikologi yang hanya mengakui observasi objektif atas tingkah laku, dan menyisihkan introspeksi dan deskripsi fenomenologis dalam metodologinya.
Dalam arti yang paling sempit, psikologi fenomenologi adalah psikologi Husserl yang berdiri terpisah dari psikologi empiris dan berfungsi sebagai batu loncatan kepada bentuk fenomenologi yang lebih radikal : fenomenologi transendental. Diantara psikologi Husserl dan fenomenologi transendental itu adalah konsep tentang psikologi yang :
1. Mengikuti motto Husserl,”kembali kepada berbagai hal itu sendiri (Zu den Sachen selbst), yang artinya membiarkan berbagai hal (fenomena) memperlihatkan dirinya dalam kesadaran ;
2. Melandaskan pembenaran filosofisnya pada filsafat fenomenologi, dan secara luas dikonsepsikan sebagai studi tentang data dari kesadaran yang hadir segera atau langsung, yang validitasnya dibangun diatas konsep, intensionalitas;
3. Secara konsisten menerapkan metode fenomenologis, yakni mendeskrispikan fenomena secara tak berbias, dan
4. Menempuh pengeksplorasian pengalaman manusia dalam segenap fasenya tanpa praduga-praduga filosofis.
Jadi menurut konsepsi semacam itu, psikologi fenomenologi bukanlah suatu aliran atau sistem teoretis seperti asosianisme, psikologi Gestalt atau psiko-analisis. Psikologi fenomenologi adalah suatu pendekatan, orientasi, dan metodologi dalam eksplorasi-eksplorasi psikologis.
Adapun yang vital bagi psikologi fenomenologi adalah asumsi bahwa ”segenap observasi dan teori ilmiah pada akhirnya berlandaskan pada pengalaman hidup sehari-hari yang langsung, segera, spontan, yang oleh fenomenologi disingkap” .
Ciri-ciri berikut ini menunjukkan sifat psikologi fenomenologi berikut relasinya dengan pendekatan-pendekatan lain dalam psikologi :
1. Metode dasarnya adalah metode fenomenologis yang telah dikemukakan sebelumnya. Metode-metode tambahan dan teknik-teknik yang baik bagi studi tentang pengalaman manusia dan relasinya dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, serta dengan dunia, secara sinambung dicari dan dikembangkan.
2. Tujuannya adalah memahami manusia dengan segenap aspeknya.
3. Minat utamanya terletak pad pengalaman manusia dan eksplorasi kualitatifnya. Psikologi fenomenologi juga mempelajari tingkah laku, tetapi menentang pembatasan yang eksklusif yang menganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang hanya mempelajari tingkah laku dan pengendaliannya.
4. Psikologi fenomenologi menolak segenap asumsi tentang sifat-sifat kesadaran, kecuali asumsi bahwa kesadaran itu intensional. Psikologi fenomenologi sangat menentang konsep ”tabula rasa” tentang kesadaran , pandangan yang asosianistik dan seluruh kecenderungan reduksionis.
5. Psikologi fenomenologi menyukai dan menekankan pendekatan holistik dalam mempelajari masalah-masalah psikologis.
Ciri-ciri tersebut diatas tidak semua ada pada setiap ahli psikologi fenomenologi. Kalaupun ada, ciri-ciri tersebut tidak menampakkan diri dalam pemikiran setiap ahli psikologi fenomenologi dalam derajat yang sama. Bagaimanapun, ciri-ciri tersebut cenderung melandasi, paling tidak secara implisit, pandangan-pandangan dan penyelidikan-penyelidikan para ahli psikologi fenomenologi. Pendekatan fenomenologis yang dewasa ini sering bercampur dengan orientasi eksistensial, telah diterapkan pada berbagai area psikologi-secara teoritis, eksperimental dan klinis. Para ahli psikologi fenomenologi menekankan bahwa psikologi mereka bukanlah suatu sistem yang tertutup. Melainkan suatu gerakan yang selalu tumbuh dan meluad dalam dialetika yang berkesinambungan dengan orientasi-orientasi lain.
Label: | edit post
0 Responses

Posting Komentar