subhi x11
ijaroh

PENGERTIAN
Ijaroh berasal dari kata al–ajru yang arti menurut bahasanya adalah al-iwadh dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah ijaroh diartikan sebagai berikut :

1. Menurut Hanafiyah ijaroh diartikan ”Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.“

2. Menurut Malikiyah ijaroh ialah ” Nama bagi akad – akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.“

3. Menurut Sayyid Sabiq ijaroh ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.

4. Menurut fatwa DSN ijaroh didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Jadi bila ditarik kesimpulan dari pengertian ijaroh di atas yaitu :
عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم
Ijarah adalah sebuah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang itu sendiri.
II. Landasan Hukum

1. Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:

أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ.

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 233:
…وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوْا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَاآتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِ، وَاتَّقُوا اللهَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ.

“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

3. Firman Allah QS. al-Qashash [28]: 26:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَآأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ، إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ اْلأَمِيْنُ.
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”
4. Hadist riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
أَعْطُوا اْلأَجِيْرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ.
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
5. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
6. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:

كُنَّا نُكْرِي اْلأَرْضَ بِمَا عَلَى السَّوَاقِيْ مِنَ الزَّرْعِ وَمَاسَعِدَ بِالْمَاءِ مِنْهَا، فَنَهَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَنَا أَنْ نُكْرِيَهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ.
“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

8. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.

9. Kaidah fiqh:

اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
III. RUKUN, SYARAT, dan PRINSIP IJAROH

Adapun rukun dan syarat Ijaroh adalah sebagai berikut :

1. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah. mu’jir adalah orang yang memberi sewa atau upah, sedangkan musta’jir adalah orang yang menerima upah atau sewa.

2. Shiqot ijab kabul sewa menyewa atau upah mengupah antara mu’jir dan musta’jir.

3. Ujroh, kedua belah pihak disyaratkan mengetahui jumlahnya baik dalam sewa menyewa maupun upah mengupah.

4. Barang yang disewakan disyaratkan sebagai berikut :

a. Barang yang dijadikan objek upah mengupah maupun sewa menyewa hendaklah barang yang dapat dimanfaatkan kegunaannya.

b. Barang yang dijadikan objek upah mengupah dan khususnya sewa menyewa hendaklah dapat diserahkan kepada penyewa atau pekerja berikut kegunaannya.

c. Manfaat dari benda yang disewa adalah mubah menurut syar’i bukan haram.

d. Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zatnya) hingga waktu yang ditentukan menurut akad.

Sedangkan prinsip Ijaroh adalah : Transaksi Ijaroh dilandasi dengan adanya pemindahan manfa’at (hak guna), bukan pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip Ijaroh sama dengan prinsip jual beli. Perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada Ijaroh objek transaksinya adalah barang maupun jasa.
Iv. tujuan dan manfaat ijaroh
Manfaat, dalam hal ini ada dua jenis ;
• Manfaat dari aset atau jasa tertentu (منافع الأعيان), seperti contoh ketika seseorang berkata; “Saya sewakan kepada anda rumah ini” atau “Aku menyewa dirimu untuk membuatkan pakaianku”.
• Manfaat yang dipesan dan menjadi tanggungan penyedia aset atau jasa
(منافع في الذمة). Jenis ini bisa dilakukan dengan dua cara;
» Manfaat dispesifikasikan berdasarkan penjelasan pemberi sewa
(منافع موصوفة في الذمة ), seperti contoh ketika seseorang berkata; “Saya sewakan kepada anda sebuah rumah, spesifikasinya demikian”.
» Manfaat yang dipesan berdasarkan kesanggupan dan tanggungan penyedia jasa (إلزام الذمةعلى لشخص), seperti contoh; “Saya bebankan jahitan baju ini kepada kamu”
Dalam dua jenis manfaat ini diberlakukan beberapa persyaratan;
1. Memiliki nilai atau bisa dinilai (أن تكون المنفعة متقومة)
2. Manfaat harus menjadi obyek utama bukan asetnya (أن تقع الإجارة عليها لا على العين)
3. Manfaat memungkinkan untuk digunakan dalam kontrak (القدرة على استيفائها)
4. Manfaat diperbolehkan untuk digunakan (أن تكون المنفعة مباحة الاستيفاء), bukan berasal dari barang atau pekerjaan yang haram dan bukan dari jenis pekerjaan wajib, seperti sholat dll
5. Manfaat harus diketahui dengan baik supaya bisa menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa
(أن تكون معلومة لما ينفي الجهالة المفضية للنزاع). Untuk mengetahui dengan baik manfaat dalam ijarah, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, sesuai dengan klasifikasi obyeknya;
Pertama, hanya dengan menentukan masa sewa (التقدير بالمدة), yakni untuk jenis manfaat yang tidak bisa dibatasi dengan spesifikasi pemanfaatan tertentu
(لا ينضبط بالعمل). Seperti dalam sewa pekarangan, baju dll, seperti contoh “Aku sewa baju ini selama satu bulan”.
Kedua, hanya dengan menentukan spesifikasi pemanfaatan tertentu (التقدير بالعمل), yakni untuk jenis manfaat dipesan berdasarkan kesanggupan dan tanggungan penyedia jasa (إلزام الذمةعلى لشخص), seperti contoh; “Saya bebankan jahitan baju ini kepada kamu”
Ketiga, dengan memilih antara menentukan masa sewa (التقدير بالمدة) atau menentukan spesifikasi pemanfaatan tertentu (التقدير بالعمل), yakni untuk jenis manfaat yang bisa dibatasi dengan spesifikasi pemanfaatan tertentu (ينضبط بالعمل). Seperti contoh “Aku sewa kuda ini selama satu bulan” atau “Aku akan menyewa sebuah kuda dengan spesifikasi demikian untuk aku tunggangi ke makkah”.
V. HAK DAN KEWAJIBAN KEDUA BELAH PIHAK
Menurut fatwa DSN kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah adalah ;

1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan

b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.

Contohnya : mobil yang disewa ternyata tidak dapat digunakan karena akinya lemah, maka yang menyewakan wajib menggantinya. Bila yang menyewakan tidak dapat memperbaikinya, penyewa mempunyai pilihan untuk membatalkan akad atau menerima barang yang rusak. Bila mana kondisi ini terjadi, apakah harga sewa masih dibayar penuh? sebagian ulama berpendapat, jika penyewa tidak membatalkan akad, harga harus dibayar penuh. Sebagian ulama yang berpendapat harga sewa dapat dikurangkan dulu dengan biaya untuk perbaikan kerusakan.

2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat:

a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.

b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Vi. Kesepakatan Mengenai Harga Sewa
Contoh : dikatakan “saya sewakan mobil ini selama sebulan dengan harga sewa Rp. XXX”. Bila penyewa ingin memperpanjang harga 2 kali lebih besar dari harga sebelumnya. Dan sebaliknya sipenyewa dapat saja menawar harga. Semuanya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Mayoritas ulama mengatakan “syarat-syarat yang berlaku bagi harga jual berlaku juga pada harga sewa.

Dari contoh ini diperoleh ; Jika mu’jir menyerahkan zat benda yang disewakan kepada musta’jir, maka musta’jir berhak membayarnya karena musta’jir telah menerima kegunaan benda maupun barang tersebut. Hak menerima upah bagi mu’jir adalah sebagai berikut :

– Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, adapun dasarnya adalah hadis nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”

– Jika menyewa barang, upah sewa dibayar ketika akad sewa, kecuali jika dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang diijarohkan mengalir selama penyewaan berlangsung.

– Dalam ijaroh, harga sewa ditentukan oleh kedua pihak yaitu penyewa dan yang menyewakan. Misalnya dikatakan, “Saya sewakan rumah ini selama satu tahun dengan harga sewa Rp. XX.” Kesepakatan ini berlaku sepanjang periode sewa yang telah disepakati yaitu satu tahun.

– Harga sewa dan upah harus ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, “Siapa yang memperkerjakan seorang pekerja harus memberitahukan upahnya.” Lalu jika terjadi kasus misalnya naik ojeg tanpa kesepakatan terlebih dahulu, maka fatwa ulama mengatakaan bahwa harga sewa yang lazim berlaku jika tidak ditentukan dimuka.

– Mu’jir boleh menyewakan kembali barang yang telah dia sewakan, asalkan penggunaan barang tersebut sesuai dengan yang dijanjikan ketika akad.
vii. Ketentuan Obyek Ijarah
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
VIiI. Jenis Barang dan Jasa yang dapat disewakan
1. Barang modal (asset tetap) misalnya : gedung, ruko, kantor, dll.
2. Barang produksi, misalnya : mesin-mesin dan alat-alat berat.
3. Barang kendaraan transportasi
4. Jasa untuk membayar ongkos, misalnya : uang sekolah/kuliah, tenaga kerja, hotel, jasa angkut dan transportasi dll.
ix. SKEMA IJAROH
Skema Ijaroh pada Perbankan

Keterangan :
1. Nasabah mengajukan pembiayaan ijaroh ke bank syariah
2. Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai obyek ijaroh dari supplier.
3. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang obyek ijaroh, tariff ijaroh, periode ijaroh, dan biaya pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijaroh ditandatangani.
4. Bank menyerahkan obyek ijaroh kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah periode ijaroh berakhir, nasabah mengembalikan obyek ijaroh tersebut kepada bank.
5. a. Bila bank membeli obyek tersebut, setelah periode ijaroh berakhir obyek ijaroh tersebut disimpan oleh bank sebagai asset yang dapat disewa kembali.
b. Bila bank menyewa obyek tersebut, setelah periode ijaroh berakhir obyek ijaroh tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier.
X. Prospek, kendala dan strategi
Apabila dilirik beberapa tahun belakangan ini, ekonomi syariah khususnya tentang perbankan syariah sedang dalam masa perkembangan yang begitu pesat, salah satu produk bank syariah yang memiliki prospek sangat menjanjikan adalah pembiayaan ijaroh. Dengan banyak alasan diantaranya dalam pembiayaan ijaroh, obyek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun atas tenaga kerja. Dengan pembiayaan murabahah, bank syariah hanya dapat melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang dan itu berarti konsumtif, sedangkan nasabah yang membutuhkan jasa tidak dapat dilayani. Dengan skim ijaroh bank syariah dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa pula, agar peningkatan mutu dan kualitas masyarakat pun dapat meningkat, dan ini merupakan peluang pasar yang tinggi.
Adapun kendala yang dihadapi antara lain :
1. Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya salah satunya. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada masa kampanye pemilu kemarin menyatakan mendukung ekonomi syariah, belum sepenuhnya mewujudkan dukungannya itu dalam bentuk program kerja tim ekonomi kabinetnya.
2. Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja (Default).
3. Nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
4. Aset ijaroh rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah.
Dari prospek dan kendala yang tertera di atas, strategi yang diambil untuk meningkatkan pembiayaan ijaroh antara lain, adanya permintaan untuk menyewa barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas oleh nasabah kepada bank syariah, melakuakan perjanjian kepada nasabah selama obyek ijaroh di tangan nasabah agar di jaga dan dirawat dengan ketentuan yang jelas. Serta membuat suatu tempat penyimpanan untuk obyek ijaroh yang tidak terpakai dengan tempat yang memadai agar tidak rusak.
xi. Pola Pembiayaan Ijaroh

Contoh Ijaroh Murni bayar dengan cicilan :

Pak Ahmad hendak menyewa ruko selama satu tahun dengan nilai sewa Rp. 240.000.000,-. Orang yang punya ruko menghendaki pembayaran dilakukan diawal periode sewa. Tapi karena Pak Ahmad kekurangan biaya dan hanya manpu membayar dengan cicilan perbulan. Untuk memecahkan masalah ini, Pak Ahmad meminta pembiayaan dari Bank. Menganalisis kemampuan Pak Ahmad dan required rate of profit (sebesar 20 %), pihak bank menghitung :

- Harga sewa satu tahun (tunai dimuka) Rp. 240.000.000,-

- Required rate of profit 20% Rp. 48.000.000,-

- Harga sewa kepada Pak Ahmad Rp. 288.000.000,-

- Periode pembayaran 12 bulan (360 hari)

- Besar angsuran Pak Ahmad per bulan Rp. 24.000.000,-

Dengan analisis diatas, maka bentuk pembiayaan yang diberikan kepada Pak Ahmad adalah pembiayaan Ijaroh dengan cicilan per bulan sebesar Rp. 24.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA
• Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah “Suatu Pengenalan Umum”. Jakarta: Tazkia Institute.
• Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
• Fatwa DSN MUI tentang pembiayaan Ijaroh NO: 09/DSN-MUI/IV/2000.
• Hosen, M. Nadratuzzaman. 2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta: PKES.
• Karim, Adiwarman. A. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
• www.bankmuamalat.com
• Syahdeini, Remy Sutan. 2007. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.
0 Responses

Posting Komentar